Jumat, 31 Januari 2014

'Walk Hand in Hand', Berjalan Bersama untuk Tujuan yang Sama

Ilustrasi 1: Raja Ampat, 'Mutiara dari Belahan Timur Indonesia'. Sumber: photobucket.

Kabar mengejutkan datang dari lembaga riset Internasional, McKinsey Global Institute, yang memperkirakan Indonesia akan menjadi Negara maju pada tahun 2030. Hal ini diperkuat dengan tingkat pertumbuhan ekonominya yang paling stabil di dunia dalam 4-5 tahun terakhir. Tetapi masih banyak kerikil tajam yang harus dilalui untuk mendapatkan predikat tersebut.[1] Indonesia memang Negara yang tak perlu lagi dipertanyakan mengenai kekayaan alam yang ada di dalamnya. Sayangnya kekayaan alam ini tak sebanding dengan laju pembangunan nasional yang masih tersedak disana-sini, peran kelembagaan terutama lembaga negara pun sangat dibutuhkan demi keberlangsungan hidup yang mumpuni. Oleh karena itu, berkenan dengan tema Optimalisasi Peranan Kelembagaan dalam Pemerataan Pembangunan Indonesia dalam pesan (artikel) berjudul "Kerjasama Pusat-Daerah" di www.darwinsaleh.com, saya berpadangan bahwa saya setuju karena dalam artikel tersebut mengisyaratkan pesan bahwasannya integrasi antara pemerintahan pusat dan daerah semakin diperlukan penyelenggaraannya dalam hal pembangunan nasional.[2]
Pembangunan nasional menurut Tap. MPR No. IV/MPR/1999, merupakan usaha peningkatan kualitas manusia dan masyarakat Indonesia yang dilakukan secara berkelanjutan, berdasarkan kemampuan nasional dengan memanfaatkan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta memperhatikan tentang perkembangan global.[3] Dalam hal ini, pembangunan nasional berfungsi sebagai penempuh tujuan Negara yang terkandung dalam Pembukaan UUD 1945 yang berbunyi, “melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia; untuk memajukan kesejahteraan umum; mencerdaskan kehidupan bangsa; melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkab kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial”. Terlihat jelas bagaimana gambaran dari adanya pembangunan nasional.
Implementasi pembangunan nasional mulai digalakkan sejak tercetusnya suatu perencanaan pembangunan yang tersusun dalam suatu Repelita (Rencana Pembangunan Lima Tahun) pada masa pemerintahan Orde Baru yang berlandaskan Garis Besar Haluan Negara (GBHN). Setelah UUD 1945 mengalami amandemen selama empat dalam rentan waktu yang relatif singkat (1999-2002), GBHN pun dihilangkan dengan berbagai alasan sehingga lahirlah UU No.25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional. Dengan disahkannya undang–undang ini, mempertegas kejelasan proses perencanaan pembangunan nasional di mata hukum.[4]
Dalam menyukseskan pembangunan nasional, banyak pihak yang dilibatkan didalamnya. Salah satunya adalah lembaga Negara yang berperan aktif menjadi penghubung antara rakyat dan pemerintah demi keberhasilan sistem ketatanegaraan yang baik. Indonesia telah memiliki sistem ketatalembagaan yang cukup lengkap dengan beberapa divisi yang dibentuk dengan upaya menciptakan bangsa yang idealis dan bermartabat. Tetapi pada pelaksanaannya, masih ada saja oknum berdasi yang memanfaatkan situasi ini sebagai ladang pengeruk kekayaan pribadinya, tanpa mengutamakan kewajibannya sebagai 'pelayan' rakyat. Tak memperhatikan pemerataan pembangunan Negara yang telah direncanakan dengan matang dalam bentuk Rencana Pembangunan Jangka Panjang, Jangka Pendek dan Tahunan. Komisi Pemberatasan Korupsi menilai terdapat tiga lembaga Negara terkorup di Indonesia yakni, kepolisian, dewan perwakilan rakyat, dan pengadilan.[5] Hal ini pun belum diperparah dengan beberapa masalah birokrasi Indonesia lainnya, seperti kecenderungan untuk memelihara masalah; lebih mementingkan kepentingan pribadi daripada kepentingan Negara; kecenderungan birokrat untuk mencari selamat hingga lari dari kenyataan; hingga maraknya aparat yang hanya ingin dilayani tanpa melayani masyarakat.

Ilustrasi 2: Skor dan urutan lembaga terkorup di Indonesia. Sumber: indonesia-monitor.

Pembangunan Nasional pun masih perlu banyak ‘tambalan’ disana sini untuk memperkuat tujuan negaran. Indonesia yang terkenal dengan limpahan kekayaannya yang tersebar dari Sabang-Merauke dengan gugusan pulau sebanyak 17.504 buah kini terkesan mati suri, investor dari pihak asing pun terus bergerilya, penduduk Indonesia pun terkesan menjadi buruh di Negara sendiri. Mengingat fakta 49,6% potensi batu bara Indonesia ada di Kalimantan; 45% potensi gas ada di Kalimantan dan Natuna, tetapi Konferensi Internasional terus dilaksanakan di Bali meskipun hingga overload. Ini membuktikan, gagalnya transformasi hasil Sumber Daya Alam Indonesia menjadi suatu kegiatan sosial di masa mendatang.[6] Terlebih lagi, masih ada 28,07 juta rakyat Indonesia masih hidup di garis kemiskinan pada September 2013 meskipun Rencana Anggaran Pendapatan dan Negara telah mencapai Rp1.507,7 triliun. Realisasi dari program Masterplan Percepatan dan Perluasan Pengurangan Kemiskinan Indonesia pada masa pemerintahan SBY masih jauh dari harapan, tercatat pada tahun 2012 sebanyak 118,05 juta jumlah angkatan kerja di Indonesia.[7]
Fakta menarik lainnya terus bermunculan seiring kurang sinerginya pembangunan nasional di Indonesia. Di bidang kesehatan, penduduk di belahan paling timur Indonesia menerima kenyataan di setiap desanya sulit menemukan sebuah Posyandu sedangkan di Ibukota Negara terdapat kurang lebihnya 16 posyandu di setiap kelurahan. Di bidang sosial, provinsi Jawa Timur yang terkenal dengan kota santrinya, justru memiliki 5.393 pekerja seks, tertinggi kedua di Indonesia.[8] Di bidang ekonomi, pendapatan perkapita Indonesia masih ada di kisaran $5.000 terpaut jauh dengan Negara tetangga kita Singapura yang telah menembus angka $60.900. Kementerian Perumahan pun pernah mencatat ada 9,7 juta keluarga yang belum mempunyai rumah. (Jawa Pos, 30 Oktober 2007)
 
Lembaga Negara, sebagai Pondasi Bangsa

Ilustrasi 3: Suasana Rapat Paripurna. Sumber: baratamedia.
Terlepas dari sisi gelapnya lembaga Negara Indonesia, kita sebagai rakyat Indonesia tidak harus menyudutkan kesalahan yang mereka perbuat. Sebenarnya kita harus menggali lebih dalam alasan mengapa mereka bisa-bisanya melakukan tindakan tak senonoh seperti yang sebelumnya disampaikan. Pakar politik UIN Syarif Hidayatullah, Gun Gun Heryanto, berpendapat bahwa penyebab adanya lembaga terkorup adalah banyak anggota yang melakukan budaya lama ketika sudah dilantik sebagai anggota dewan. Budaya tersebut ialah paham feodal,oligarkis dan transaksional.[9]
Sindiran moral pernah dilontarkan oleh Iwan Fals, penyanyi Indonesia, dalam karyanya yang diberi judul "Surat Buat Wakil Rakyat". Salah satu baitnya berbunyi:
"……Wakil rakyat seharusnya merakyat, Jangan tidur waktu sidang soal rakyat, Wakil rakyat bukan paduan suara, Hanya tahu nyanyian lagu setuju….."
Bait diatas mengisahkan wakil rakyat yang tidur pada waktu sidang dianggap menghina penjabat Negara, membuat lagu ini sempat dicekal ditayangkan di televisi. Tak membuat oknum pejabat jera untuk tidak lagi berbuat paham transaksional.[10]
 
Budaya transaksional seakan telah mendarah daging di Indonesia, tak hanya terjadi di lembaga besar kini budaya tersebut telah menjamur ke lembaga daerah hingga lembaga terkecil Negara setingkat kepala desa. Berlomba-lomba meraih kekuasaan sementara dengan menggelontorkan modal yang tak sedikit sehingga harus ada timbal balik saat telah menjadi kekuasaan yang diinginkan. Hal ini menyebabkan rentan terjadinya korupsi dan grativikasi. Degradasi moral kian kentara, menjadi perusak ideologi bangsa yang telah dibangun beberapa puluh tahun hingga ratusan tahun mulai dari masa kerajaan, penjajahan, hingga kemerdekaan. Perjuangan pahlawan terdahulu kita pun tak pernah terlihat lagi, luntur dimakan era globalisasi yang kian hari menuntut kemudahan dalam beraktivitas.
Pendidikan berkarakter mutlak diperlukan tak hanya di usia dini maupun remaja. Usia dewasa pun masih memerlukan pendidikan berkarakter, karena tanpa kita sadari kualitas “usia psikologis” bangsa Indonesia kian menurun. Dimaksud usia psikologis atau psychological age ialah tolak ukur usia manusia pada keterampilan psikologis atau kejiwaan dan mekanisme individu dalam menangani suatu masalah.[11] Penerapan undang-undang yang kurang ketat menjadi alasan para oknum wakil rakyat untuk bertindak semena-mena, karena selama ini sepak terjang undang-undang masih belum diterapkan secara maksimal dan bahkan seperti tebang pilih saja. Bilamana sistem lembaga Negara Indonesia terus dibenahi tanpa pandang bulu, maka Pembangunan Nasional yang digadang-gadang dapat terealisasi. Mari perlahan tapi pasti lembaga Negara yang ada di Indonesia untuk menghapuskan kesan untuk minta ‘dilayani’ daripada ‘melayani’. Penguatan visioner Negara harus selalu ditekankan agar kita tak lupa akan sejarah yang pernah terukir atas kegigihan pahlawan masa lampau.

Ilustrasi 4: Betul, anda pasti bisa merubah dunia! Sumber: wordpress
Saya ingat pesan dari presiden ke-36 negara adidaya Amerika, John F. Kennedy yang berkata "Jangan tanyakan apa yang negara berikan kepadamu, tapi tanyakan apa yang kamu berikan kepada negaramu!", pesan tersebut berisikan amanat penuh keikhlasan dalam bertindak sebagai warga negara, syukur-syukur sebagai wakil rakyat. Tidak berkomentar pemicu sensasi belaka, namun prestasi yang dapat dibanggakan tanpa berberat hati.
Selain itu, kurangnya pemerataan ekonomi menjadi penghambat laju pemerataan perkembangan Indonesia. Banyak kawasan di Indonesia yang tak terjamah tangan pemerintah, terutama di daerah perbatasan yang jauh dari peradaban. Oleh karena itu, disini peranan kelembagaan di Indonesia sangat diperlukan guna terciptanya kemakmuran rakyat sesuai amanat Pancasila sebagai dasar Negara, yang mengisyaratkan Indonesia bertanggung jawab untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan memajukan kesejahteraan umum dalam mewujudkan keadila sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Pemerataan ekonomi juga bukan berarti taraf ekonomi di semua wilayah Indonesia harus disamakan atau disetarakan, karena asumsi setiap daerah berbeda-beda tergantung kondisi sosiologis yang berkembang di daerah tersebut. Disini perhitungan yang cermat digunakan agar tidak terjadi kesalahan sistem alokasinya.[12]
Sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa pembangunan nasional dapat bersinergi dengan baik apabila bangsa kita telah memilki peranan kelembagaan yang mampu mengimplementasikan prinsip-prinsip Good Governance, yakni transparansi, akuntabilitas, partisipasi, bebas KKN, pelayanan publik yang lebih baik. Sekarang yang perlu kita pertanyakan adalah bagaimana cara kita sebagai anak muda yang buta akan sistem kepolitikan yang ‘ribet’? Kita sebagai anak muda tak harus berdiam diri melihat pembangunan nasional yang tak kunjung tercapai. Kita dapat memulai membiasakan dari diri kita sendiri, sikap kejujuran dan toleransi yang kuat. Agar di masa mendatang bila kita direstui untuk menjadi perwakilan kelembagaan di Indonesia, kita mampu mengemban amanat Pancasila dan UUD 1945 dengan sokongan pondasi “Bhineka Tunggal Eka”. Tak pelak kemungkinan Indonesia menjadi Negara maju 2030 dapat tercapai jika infrastuktur telah merata dan tidak ada lagi 'tikus berdasi' yang menggerogoti uang negara. Dengan tekad bulat pula, mari kita proklamirkan: Betul, anda benar pasti bisa merubah keadaan Indonesia yang carut marut ini!

Akhir kata, mengutip dari artikel berjudul “Tetap Satu Visi dan Satu Semangat Sekalipun Bersaing” yang ditulis oleh Darwin Saleh dalam official websitenya. Beliau berkata:
 “Dalam kehidupan bangsa kita yang sedang giat membangun demokrasi, kiranya relevan ajakan La Rose agar kita “walk hand in hand” yang niscaya hasilnya akan dahsyat dibanding jalan sendiri-sendiri”.[13]

Berikut video gambaran Indonesia sekarang! 'Nasib Bangsa Indonesia ada di Tangan Kita'
 
Sumber: youtube 
Tulisan ini dibuat untuk mengikuti lomba blog dari www.darwinsaleh.com. Tulisan adalah karya saya sendiri dan bukan merupakan jiplakan.



                                                                        
Referensi
  1. "McKinsey: 2030, Indonesia Akan Jadi Negara Nomor 7 di Dunia". Setkab. Diakes 2014-01-29.
  2. "Kerjasama Pusat-Daerah". Darwin Zahedy Saleh Official Blog. Diakses 2014-01-29.
  3. "Bab3. UU & Peraturan Pembangunan Nasional". Satria's blog. Diakses 2014-01-29.
  4. "Paradigma Perencanaan Pembangunan Nasional". ...Alang Babega... Diakses 2014-01-29.
  5. "Ini Tiga Lembaga Paling Korup Menurut KPK". Tribunnews.com. Diakses 2014-01-29.
  6. "Impian: Konferensi Pertambangan di Kalimantan. Darwin Zahedy Saleh Official Blog. Diakses 2014-01-29.
  7. "28,07 juta rakyat Indonesia hidup di garis kemiskinan" Sindonews.com. Diakses 2014-01-29.
  8. "88 Fakta Unik Indonesia". Kompasiana. Diakses 2014-01-29.
  9. "Inilah Penyebab Anggota DPR Korupsi". Okezone.com News. Diakses 2014-01-30.
  10. "Wakil Rakyat (Album)". Wikipedia. Diakses 2014-01-30.
  11. "Tiga Usia Manusia yang Bisa Bikin Lebih Muda atau Lebih Tua". DetikHealth. Diakses 2014-01-30.
  12. "Strategi Pembangunan dengan Pemerataan". Pengantar Bisnis. Diakses 2014-01-30.
  13. "Tetap Satu Visi dan Satu Semangat Sekalipun Bersaing". Darwin Zahedy Saleh Official Blog. Diakses 2014-01-30.

Daftar Pustaka
  • Djalal, D.P. (2007) Harus Bisa!: Seni Memimpin ala SBY. Jakarta: Red & White Publishing. ISBN-10: 9791008108 ISBN-13: 978-9791008105

4 komentar:

  1. gila ya,saluut saya, anak SMA, baru posting satu artikel ini langsung tembus juara 1 dapet 7,5 juta,juara....semoga aja semakin banyak anak2 muda yang pemikiran dan ilmunya sekaya rosiy ga cuma bisa nyusahin negara dengan aksi tawuran dan aksi2 tidak bermoral lainnya. Patut dicontoh oleh anak muda seukurannya :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. setuju mbak. selamat ya...

      Hapus
    2. Kak Rodame bisa saja, berlebihan banget kesannya haha:D

      Hapus
  2. Waaahhh.. tulisan-tulisannya sangat menginspirasi sekali

    Sukabumi|| Solo ||Malang

    BalasHapus